1. Berpikir secara
menyeluruh. Artinya, Pemikiran yang luas
karena tidak membatasi diri dan bukan hanya ditinjau dari satu sudut pandang
tertentu. Pemikiran kefilsafatan ingin mengetahui hubungan antara ilmu yang
satu dengan ilmu-ilmu yang lain, hubungan ilmu dan moral, seni dan tujuan
hidup. Contoh: ketika kita mempelajari tentang Karma Phala (hasil perbuatan)
didalamnya pasti terdapat perbuatan baik dan buruk kemudian untuk mengetahui
hasilnya dilakukan perbandingan dengan angka (misalnya; perbuatan baik 75% dan
buruk 25%). Jika seseorang hanya memandang dari satu sudut pandang
saja, Karma Phala selalu dikaitkan dengan Agama saja, akan tetapi
jika dipandang secara menyeluruh didalamnya terdapat perbandingan perbuatan baik
dan buruk yang merupakan unsur ilmu Matematika.
2. Berpikir secara
mendasar. Seorang filosof tidak percaya begitu saja
kebenaran ilmu yang diperolehnya. Ia selalu ragu dan mempertanyakannya; Mengapa
ilmu dapat disebut benar?, Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria
tersebut dilakukan?, Apakah kriteria itu sendiri benar? Lalu benar itu sendiri
apa? Seperti sebuah lingkaran dan pertanyaan-pertanyaan pun selalu muncul
secara bergantian. Artinya, pemikiran yang dalam sampai kepada hasil yang fundamental
atau esensial obyek yang dipelajarinya sehingga dapat dijadikan dasar berpijak
bagi segenap nilai dan keilmuan. Jadi, tidak hanya berhenti pada periferis
(kulitnya) saja, tetapi sampai tembus ke kedalamannya. Contoh sederhana,
misalnya kita menemukan bunga mawar merah muda di sebuah taman diantara
bunga-bunga melati. Jika kita hanya melihat sekilas bunga mawar tersebut,
mungkin hal itu akan menjadi sangat sederhana. Akan tetapi, akan sangat berbeda
jika kita benar-benar mau memikirkannya. Semuanya tak akan tampak mudah dan
sederhana karena akan muncul pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran kita yaitu
siapa yang menanam bunga itu dan untuk apa bunga itu ditanam?. Padahal
diantaranya sudah banyak sekali bunga melati. Contoh lain, misalnya, seorang siswa
yang berpikir bagaimana agar bisa lulus dalam Ujian Akhir Nasional
(UAN), maka siswa ini tidaklah sedang berfilsafat atau berfikir secara filsafat
melainkan berfikir biasa (mendasar) yang jawabannya tidak memerlukan pemikiran
yang mendalam dan menyeluruh.
3. Berpikir secara
spekulatif. Seorang filosof melakukan
spekulasi terhadap kebenaran. Sifat spekulatif itu pula seorang filosof terus
melakukan uji coba lalu melahirkan sebuah pengetahuan dan dapat menjawab
pertanyaan terhadap kebenaran yang dipercayainya. Contohnya: sebelum ditemukan
lampu pijar, Thomas Alva Edison selalu melakukan uji coba, meskipun lebih dari
99 kali mengalami kegagalan dan membutuhkan waktu beberapa tahun, namun cara
berpikirnya yang pantang menyerah ahirnya menciptakan lampu pijar yang
mempermudah penerangan semua umat manusia.
4. Berpikir secara
sistematik. Dalam mengemukakan jawaban
terhadap suatu masalah, para filsuf memakai pendapat-pendapat sebagai wujud
dari proses befilsafat. Pendapat-pendapat itu harus saling berhubungan secara
teratur dan terkandung maksud dan tujuan tertentu. Contoh: saat seseorang
mengeyam pendidikan, ia harus menempuh sesuai dengan umur dan tahapannya,
misalnya agar bisa SMA, seseorang harus menempuh SD dan SMP terlebih dahulu
karena merupakan runtutan atau tahapan dari tingkatan pendidikan.
5. Berpikir dengan
pemikiran yang bertanggungjawab. Pertanggungjawaban
yang pertama adalah terhadap hati nuraninya sendiri. Seorang filsuf seolah-olah
mendapat panggilan untuk membiarkan pikirannya menjelajahi kenyataan. Namun,
fase berikutnya adalah bagaimana ia merumuskan pikiran-pikirannya itu agar
dapat dikomunikasikan pada orang lain serta dipertanggungjawabkan. Contoh:
ketika menjawab sebuah pertanyaan baik dalam sebuah buku, forum atau diskusi haruslah
sesuai dengan referensi yang benar yang dapat dibuktikan orang lain dan
diimbangi dengan pertanggungjawaban atas semua perkataan atau pendapat yang
telah dilontarkan.
Berdasarkan ciri-ciri
filsafat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa berfilsafat adalah suatu
aktivitas yang menggunakan potensi akal seluas-luasnya dan sebebas-bebasnya
tanpa dibatasi oleh sesuatu apapun secara radikal, tersistematis, universal dan
menyeluruh serta bersifat spekulatif dan mendasar dalam mengungkap hakikat
suatu kebenaran. Artinya, hasil pemikiran yang didapat dijadikan dasar bagi
pemikiran selanjutnya dan dapat dipertanggungjawabkan. Hasil pemikirannya
selalu dimaksudkan sebagai dasar untuk menjelajah wilayah pengetahuan yang
baru.
Daftar Pustaka
Kuntho. 2010.
Ciri-ciri Berfikir Filsafat (Online). http://edukonten.blogspot.com. Diakses pada tanggal 06 Februari 2013
Nocturna. 2011. Ciri –
ciri Penalaran Filosofis (Online). http://jintut-nocturna.blogspot.com. Diakses pada tanggal 06 Februari 2013
Wagiman. 2014.
Ciri-ciri Manusia Berpikir Filosofi (Onine). http://wasiwa.blogspot.com. Diakses pada tanggal 06 Februari 2013
http://wayantarne.blogspot.co.id/2014/11/ciri-ciri-berfikir-filosofis.html
diakses 11 desember 2016 pukul 21.
53
Tidak ada komentar:
Posting Komentar