Bukan hal yang ajaib bila
berpendapat bahwa ilmu pengetahuan yang sekarang dikenal orang berasal dari
kebudayaan Yunani Kuno. Ilmu pengetahuan dimulai dari filsafat, nyaris sebagai
satu satunya ilmu di masa itu untuk kemudian berangsur-angsur menelorkan
percabangan dan perantingan keilmuan lebih jauh. Meskipun demikian, jika
sejarah ilmu itu ditelusuri sesuai dengan akar katanya, maka akan diketahui
bahwa ilmu sudah tumbuh jauh sebelum para pemikir Yunani mengenalnya. Usaha
mula mula di bidang keilmuan yang tercatat dalam sejarah dilakukan oleh bangsa
Mesir, di mana banjir sungai Nil yang terjadi tiap tahun ikut menyebabkan
berkembangnya sistem almanak, geometri, dan kegiatan survey.
Keberhasilan ini kemudian diikuti
oleh bangsa Babylonia dan Hindu yang memberikan sumbangan-sumbangan berharga
meskipun tidak seintensif kegiatan bangsa Mesir. Setelah itu muncul bangsa
Yunani yang menitikberatkan pada pengorganisasian ilmu. Bangsa Yunani dapat
dianggap sebagai perintis dalam mendekati perkembangan ilmu secara sistematis.
Sejalan dengan hal di atas, maka arah dalam perkembangan ilmu pengetahuan
adalah sbb.:
1. Ilmu berkembang dari keadaan bersatu menuju keadaan
yang banyak atau terspesialisasi.
Dari aspek ini dinyatakan, bahwa tidak ada ilmu
pengetahuan pada umumnya, yang ada hanyalah ilmu konkrit. Perkembangan seperti
ini ternyata tidak dapat dielakkan, sehingga ilmu dalam perkebangannya menuju
ke arah spesialisasi. Spesialisasi dimungkinkan oleh karena manusia dapat
menelaah satu aspek saja pada satu soal, terutama pada tahapan analisis.
2. Ilmu berkembang dari cara kerjanya yang rasional ke
arah rasional empiris dan rasional eksperimental. Aspek perkembangan ini
bersangkutan dengan metode ilmu dan metode merupakan komponen pokok dalam
segala aktivitas keilmuan.
Ditelusuri lebih jauh, karakter ilmu mengalami
perubahan, dari masa Purba yang hanya memiliki “a receptive and
emperical mentality” ke arah bangkitnya suatu “inquiring
mind”, dari kemampuan know-how ke arah know-why. (inquire:
menyelidiki/ ingin tahu).
3. Ilmu berkembang dari sifatnya yang kualitatif ke
arah kuantitatif. Dari aspek ini perkembangan ilmu ditandai suatu pergeseran
pandangan tentang objek manakah yang bisa dan patut dikaji secara ilmiah.
Ilmu-ilmu positif misalnya, mulai menyangsikan realibilitas dan validitas
persoalan-persoalan metafisik, yang oleh para pengikut positivisme dianggap
sebagai “nonsense”.
4. Perkembangan ilmu terjadi pergeseran dari fungsi
memajukan masyarakat ke arah ideologi yang mendominasi masyarakat. Beberapa
tokoh yang mengkritik perkembangan ilmu yangdemikian itu, seperti Herbert
Marcuse dan Jurgen Habermas.
Strategi pengembangan ilmu pengetahuan
Strategi
pengembangan ilmu terdapat tiga macam pendapat, yaitu:
1.
Pendapat yang menyatakan bahwa ilmu dikembangkan dalam
otonomi tertutup. Ilmu untuk ilmu, science for the sake of science only. Di
sini pengeruh konteks dibatasi atau bahkan disingkirkan.
2.
Ilmu lebur di dalam konteks, tidak saja sekedar
merefleksikannya tetapi memberi justifikasi bagi konteks.
3. Ilmu dan konteks dikembangkan dengan suasana saling
meresapi, agar timbul gagasan-gagasan baru yang relevan dan aktual, sejalan
dengan kenyataan yang tumbuh dan berkembang. Oleh sebab itu tidak dapat
dielakkan bahwa semakin terasa adanya urgensi untuk menjelaskan dan mengarahkan
perkembangan ilmu tidak hanya berhenti atas dasarcontext of justification, akan
tetapi atas dasar context of discovery. Hal ini disebabkan
karena pada akhirnya ilmu pengetahuan dibutuhkan, dan pada gilirannya
dipergunakan sebagai instrumen bagi penyelesaian masalah masalah konkrit yang
dihadapi masyarakat.
Koento Wibisono (1983) berpendapat
bahwa strategi pengembangan ilmupengetahuan harus berorientasi pada
dimensi:
1. Dimensi teleologis, artinya
bahwa ilmu pengetahuan hanyalah sekedar sarana yang dibutuhkan untuk
mencapai suatu teleos.
2. Dimensi etis, artinya bahwa ilmu pengetahuan
berkiblat pada manusia yang menduduki tempat sentral. Dimensi etis menuntut
pengembangan ilmu pengetahuan secara bertanggung jawab.
3. Dimensi integratif, artinya
bahwa pengembangan ilmu pengetahuan pada akhirnya terarah pada peningkatan
kualitas manusia yang sekaligus juga kualitas struktur masyarakat.
Sumber:
http://filsafat-unhi.blogspot.co.id/2015/02/filsafat-ilmu-pengetahuan.htmlDiakses
13 desember 2016 pukul 16.45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar