Senin, 05 Desember 2016

Falsafah dan orientasi hidup


Dengan belajar filsafat manusia seharusnya  memiliki prinsip yang kokoh dalam memaknai kehidupannya, manusia akan bertanya dari manakah ia datang? Untuk apa di dunia ini? Berapa lama ia tinggal dan hidup di dunia? Serta akan kemanakah manusia setelah kematiannya? Mampukah manusia menerawang akhir dari kehidupannya?. Begitu banyak pertanyaan filosofis kehidupan yang harus kita ajukan buat diri sendiri maupun kepada siapa pun yang menjadi kenalan kita agar jangan main-main  dengan kehidupan ini, agar jangan sia-siakan hidup yang singkat ini. Jika manusia berfilsafat dengan kaffah akan menjadikan orientasi hidupnya lebih bermakna bahkan mungkin melebihi para agamawan. Contohnya jika dia memahami kosmologi tentu manusia tidak seenaknya merusak alam semesta ini, jika manusia mengetahui konsep antropologi tentu tidak ada kekacauan di dunia ini, jika manusia memahami dengan baik etika dan estetika maka keindahan dan kenyamanan hidup akan tercapai.
Filsafat terasa begitu indah nan bermakna bagi kehidupan manusia namun kebanyakan manusia tidak menyadarinya. Semakin manusia berfilsafat ia akan menyadari bagaimana belajar dari alam, apakah filsafat ilmu padi itu? Semakin berilmu semakin merunduk, filsafat jari yang mengindikasikan satu jari mencelah orang namun ternyata empat jari mencela balik ke kita, filsafat sapu lidi yang menandakan nikmatnya hidup dalam kebersamaan, filsafat semut yang senantiasa mengajarkan kepada manusia dengan semangat gotong royong dalam keteraturan. Sungguh ada begitu banyak ibrah di luar kelas formal yakni alam semesta beserta gejala alamnya yang mengajarkan kepada manusia bagaimana menjalani hidup dan kehidupan ini. Mungkin inilah yang membuat Ebit G Ade melantunkan tembang manis “cobalah tanya pada rumput yang bergoyang” sebuah pernyataan dalam lagu yang berorientasi pada kosmologi dengan bertanya kepada alam.
Ada kemungkinan bahwa para filsuf juga adalah nabi-nabi yang tidak sempat dituliskan/dilegalkan namanya dalam beberapa ajaran agama, kita bisa amati bagaimana kepribadian Sokrates yang dengan kecerdasan luar biasa masih menganggap dirinya paling bodoh bahkan dengan semangat idealismenya rela mati lewat hukuman meminum racun, Aristoteles yang dengan kecerdasannya menyusun ilmu-ilmu karangannya dengan pengklasifikasian yang sangat rapih, serta beberapa tokoh lain yang sangat menginspirasi kita sebagai manusia yang hidup belakangan.
Daftar pustaka:
Hakim dan Saebani, 2008. Filsafat Umum Dari Metologi Sampai Teofilosofi. Bandung. Pustaka Setia
Hamersma Harry, 2008. Pintu Masuk Dunia Filsafat Edisi kedua. Yogyakarta. Kanisius
Maulana dkk, 2011. Kamus Ilimiah Populer Lengkap dengan EYD dan Pembentukan Istilah serta Akronim Bahasa Indonesia. Yogyakarta. Absolut
Muthahhari Murthada, 2010. Pengantar Epistemologi Islam. Jakarta. Shadra Press
Suriasumantri Jujun, 2001. Filsafat Ilmu sebuah pengantar populer. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan
Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar