Senin, 12 Desember 2016

Filsafat Ar-Razi


Al-Razi dikenal dengan ajaran “Lima Kekal”, yaitu:
·         al-Bari Ta’ala (Allah): hidup dan aktif (dengan sifat independent).
·         al-Nafs al-Kulliyyah (jiwa universal): hidup dan aktif dan menjadi al-mabda` alqadim al-tsani (sumber kekal kedua). Hidup dan aktifnya bersifat dependent. Al-Nafs al-Kulliyyah tidak berbentuk. Namun karena punya naluri untuk bersatu dengan al-Hayula al-Ula, maka al-Nafs al-Kulliyyah memiliki zat yang berbentuk (form) sehingga bisa menerima sekaligus menjadi sumber penciptaan benda-benda alam semesta, termasuk badan manusia. Ketika masuk pada benda-benda itulah, Allah menciptakan ruh untuk menempati benda-benda alam dan badan manusia di mana jiwa (parsial) melampiaskan kesenangannya. Oleh karena semakin lama jiwa bisa terlena pada kejahatan, Allah kemudian menciptakan akal untuk menyadarkan jiwa yang terlena dalam fisik tersebut.
·         al-Hayula al-Ula (materi pertama): tidak hidup dan pasif. Al-Hayula al-Ula adalah substansi (jauhar) yang kekal yang terdiri dari dzarrah, dzarat (atom-atom). Materi yang sangat padat menjadi substansi bumi, yang agak renggang menjadi substansi air, yang renggang menjadi substansi udara, dan yang lebih renggang menjadi api. Al-Hayula al-Ula:
kekal karena tidak mungkin berasal dari ketiadaan. Buktinya, semua ciptaan Tuhan melalui susunan-susunan (yang berproses) dan tidak dalam sekejab yg sangat sederhana dan mudah.
·         al-Makan al-Muthlaq (ruang absolut) ? tidak aktif dan tidak pasif. Materi yang kekal membutuhkan ruang yang kekal pula sebagai ‘tempat’ yang sesuai. Ada dua macam ruang: ruang partikular (relatif) dan ruang universal. Yang partikular terbatas sesuai keterbatasan maujud yang menempatinya. Sementara ruang universal tidak terbatas dan tidak terikat pada maujud, karena bisa saja terdapat terjadi kehampaan tanpa maujud.
·         al-Zaman al-Muthlaq (zaman absolut) ? tidak aktif dan tidak pasif. Zaman atau masa ada dua: relatif/terbatas yang bisaa disebut al-waqt dan zaman universal yang bisa disebut al-dahr. Yang terakhir ini (al-dahr) tidak terikat pada gerakan alam semesta dan falak atau benda-benda angkasa raya.

Sumber Bacaan
·         Jamaluddin al-Qafthi, Akhbar al-‘Ulama bi Akhbar al-Hukama’, Kairo: Maktabah al-Mutanabbi, t.t.
·         Naiati M Ustman. 2002. Jiwa dalam Pandangan Para Filosof Muslim. Bandung: Pustaka Hidayah
·         Nasition Harun. 1973. Filsafat dan Misticisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang
·         Soleh A Khudri. 2004. Wacana Baru Filsafat Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
·         Fakhry Majid. 2001. Sejarah Filsafat Islam. Bandung: Mizan
·         Hanafi Ahmad. 1990. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang
·         http://Halid.nurislami.com


·         http://www.nlm.nih.gov/hmd/arabic/E8.html
http://ipnks.blogspot.co.id/2013/02/tokoh-tokoh-filsafat-islam-beserta.html 
diakses 11 desember 2016 pukul 20.19


Tidak ada komentar:

Posting Komentar