Sabtu, 10 Desember 2016

Pendidikan Masa Depan


            Toffler menyebutkan masyarakat masa depan adalah masyarakat super industrial. Untuk menciptakan hal ini perlu ditentukan alternatif yang bermuatan asumsi tentang jenis pekerjaan, profesi yang diperlukan antara 20-50 tahun yang akan datang. Dari sini akan  dirumuskan keterampilan, kognitif, dan afektif yang dibutuhkan untuk menghadapi akselerasi perubahan. (Toffler, 1970, dalam Koesdiyatinah, 1987)
            Untuk mengantisipasi masa depan, Tilaar menyebutkan ada sepuluh kecenderungan pengembangan Sistem Pendidikan Nasional, yaitu :
 (1) pemerataan pendidikan, (2) Kurikulum yang relevan dengan pembangunan nasional, (3) proses belajar mandiri, (4) tenaga pendidikan yang profesional, (5) pendidikan pelatihan yang tetpadu, (6) pendidikan tinggi sebagai partner in progress.(7) pendidikan berkelanjutan, (8) pembiayaan yang memadai, (9) partisipasi masyarakat, (10) manajemen pendidikan yang efektif (Tilaar,1993)
            Naisbit (1990) menekankan pentingnya pendidikan nilai bagi pendidikan masa depan. Hal ini dilatarbelakangi oleh kecenderungan masa depan yang ditandai oleh berkembangnya bioteknologi. Kecenderungan di bidang bioteknologi ditandai oleh keberhasilan ilmuwan dalam memecahkan masalah DNA (Deoxyribonucleaid Acid) . Dibidang pertanian dikembangkan varietas Unggul, demikian pula dibidang peternakan. Bagaimana menemukan varietas unggul untuk kehidupan manusia?
            Masa depan merupakan masa yang kompleks bahkan kaum futurolog sudah tidak sanggup lagi meramalkan hari depan. (Soedjatmoko, dalam Utomo, 1990). Kalau demikian halnya, pendidikan masa depan harus mampu mendidik individu untuk dapat menghadapi kekompleks-an masa depan. Tujuan pendidikan diarahkan untuk mewujudkan manusia  yang dapat mengikuti keadaan masa depan.

            Tujuan pendidikan bukan melahirkan individu yang terpragmentasi dalam bidang-bidang spesialisasi. Melainkan dapat mewujudkan individu yang utuh. Sebagaimana tujuan pendidikan dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional  yang menyatakan bahwa tujuan Pendidikan Nasional  mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab masyarakat dan kebangsaan.
            Penerapan prinsip pendidikan seumur hidup akan berimplikasi pada perubahan kurikulum. Menurut Delker, sekolah perlu menawarkan pendidikan inti yang  efektif yang diperlukan untuk belajar seumur hidup. Skager dan dave (1977) menyebutkan kriteria kurikulum sekolah untuk mendukung perkembangan seumur hidup sekolah. Yaitu : (1) kurikulum sekolah harus menganggap bahwa belajar adalah suatu proses yang terus-menerus, (2) kurikulum sekolah harus dipandang dalam konteks, belajar di rumah, masyarakat dan tempat belajar, (3) kurikulum sekolah mengakui interelasi beberapa subjek studi.(4) Kurikulum sekolah harus mengakui sekolah sebagai suatu agen dalam menajikan pendidikan dasar, (5) kurikulum sekolah perlu menekankan otodidak, (6) kurikulum sekolah mengingat kebutuhan individu (Skager dan dave,1977 dalam Cropley).Sementara belajar untuk menghadapi perubahan menurut Biggs (1973) adalah (1) proses untuk memiliki dan mengalokasikan informasi, (2) proses untuk memiliki keterampilan tingkat tinggi menggeneralisasi, (3) proses memiliki strategi umum untuk memecahkan problema, (4) proses menetapkan tujuan belajarnya sendiri, (5) proses mangevaluasi hasil belajarnya sendiri, (6) motivasi yang terat dan (7) proses memiliki konsep yang tepat. (Biggs, 1977 dalam Cropley)

Sumber: http://younaitspepunm.blogspot.co.id/2013/02/tantangan-masa-depan-ilmu-pengetahuan.html

Diakses : 10 desember 2016 pukul 22.47

Tidak ada komentar:

Posting Komentar