Toffler menyebutkan masyarakat masa depan adalah masyarakat super industrial.
Untuk menciptakan hal ini perlu ditentukan alternatif yang bermuatan asumsi
tentang jenis pekerjaan, profesi yang diperlukan antara 20-50 tahun yang akan
datang. Dari sini akan dirumuskan keterampilan, kognitif, dan afektif
yang dibutuhkan untuk menghadapi akselerasi perubahan. (Toffler, 1970, dalam
Koesdiyatinah, 1987)
Untuk mengantisipasi masa depan, Tilaar menyebutkan ada sepuluh kecenderungan
pengembangan Sistem Pendidikan Nasional, yaitu :
(1)
pemerataan pendidikan, (2) Kurikulum yang relevan dengan pembangunan nasional,
(3) proses belajar mandiri, (4) tenaga pendidikan yang profesional, (5)
pendidikan pelatihan yang tetpadu, (6) pendidikan tinggi sebagai partner
in progress.(7) pendidikan berkelanjutan, (8) pembiayaan yang memadai, (9)
partisipasi masyarakat, (10) manajemen pendidikan yang efektif (Tilaar,1993)
Naisbit (1990) menekankan pentingnya pendidikan nilai bagi pendidikan masa depan.
Hal ini dilatarbelakangi oleh kecenderungan masa depan yang ditandai oleh
berkembangnya bioteknologi. Kecenderungan di bidang bioteknologi ditandai oleh
keberhasilan ilmuwan dalam memecahkan masalah DNA (Deoxyribonucleaid
Acid) . Dibidang pertanian dikembangkan varietas Unggul, demikian pula
dibidang peternakan. Bagaimana menemukan varietas unggul untuk kehidupan
manusia?
Masa depan merupakan masa yang kompleks bahkan kaum futurolog sudah tidak
sanggup lagi meramalkan hari depan. (Soedjatmoko, dalam Utomo, 1990). Kalau
demikian halnya, pendidikan masa depan harus mampu mendidik individu untuk
dapat menghadapi kekompleks-an masa depan. Tujuan pendidikan diarahkan untuk
mewujudkan manusia yang dapat mengikuti keadaan masa depan.
Tujuan pendidikan bukan melahirkan individu yang terpragmentasi dalam
bidang-bidang spesialisasi. Melainkan dapat mewujudkan individu yang utuh.
Sebagaimana tujuan pendidikan dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa tujuan Pendidikan
Nasional mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab masyarakat dan kebangsaan.
Penerapan prinsip pendidikan seumur hidup akan berimplikasi pada perubahan
kurikulum. Menurut Delker, sekolah perlu menawarkan pendidikan inti yang
efektif yang diperlukan untuk belajar seumur hidup. Skager dan dave (1977)
menyebutkan kriteria kurikulum sekolah untuk mendukung perkembangan seumur
hidup sekolah. Yaitu : (1) kurikulum sekolah harus menganggap bahwa belajar
adalah suatu proses yang terus-menerus, (2) kurikulum sekolah harus dipandang
dalam konteks, belajar di rumah, masyarakat dan tempat belajar, (3) kurikulum
sekolah mengakui interelasi beberapa subjek studi.(4) Kurikulum sekolah harus
mengakui sekolah sebagai suatu agen dalam menajikan pendidikan dasar, (5)
kurikulum sekolah perlu menekankan otodidak, (6) kurikulum sekolah mengingat
kebutuhan individu (Skager dan dave,1977 dalam Cropley).Sementara belajar untuk
menghadapi perubahan menurut Biggs (1973) adalah (1) proses untuk memiliki dan
mengalokasikan informasi, (2) proses untuk memiliki keterampilan tingkat tinggi
menggeneralisasi, (3) proses memiliki strategi umum untuk memecahkan problema,
(4) proses menetapkan tujuan belajarnya sendiri, (5) proses mangevaluasi hasil
belajarnya sendiri, (6) motivasi yang terat dan (7) proses memiliki konsep yang
tepat. (Biggs, 1977 dalam Cropley)
Sumber: http://younaitspepunm.blogspot.co.id/2013/02/tantangan-masa-depan-ilmu-pengetahuan.html
Diakses : 10 desember 2016 pukul 22.47
Tidak ada komentar:
Posting Komentar