Benang merah kesalahan paradigma pendidikan
yang dipakai di Indonesia saat ini
pertama: mempersiapkan anak didik yang “siap
pakai”. Hal ini secara mendasar telah membentuk budaya Employye. Kita
seharusnya mempersiapkan anak didik yang “siap memakai”. Kita sadar bahwa
sebagai employye nasibnya ditentukan oleh orang lain, bukan menentukan nasib
orang lain. Sasaran pendidikan dari paradigma SIAP PAKAI adalah keterampilan
khusus seperti akuntan, hokum dan lainnya. Kemudian dengan kursus singkat yang
diharapkan memimpin bebagai macam disiplin keilmuan, atau bermain diluar bidang
keahliannya,. Kita lihat dampaknya sekarang, mismanajemen dalam birokrasi sebab
tidak ada standar kompetensi sebagai Patoka untuk menjadi pimpinan.
Ini sejalan dengan penjelasan
Bukhori Nasution, bahwa “untuk waktu yang mungkin tidak terlalu lama jepang
bercita-cita agar di Negara tersebut tidak lag memiliki industri yang
menghasilkan limbah berbahaya, semuanya akan di letakkan di luar jepang, dengan
saham terbesar tetap dimiliki oleh jepang, dan mereka mempersiapkan anak
bangsanya untuk menjadi pemikir atau bergerak dalam hal desain serta
perdagangan, sedangkan pekerjaan dirty/kotor, dangerous/berbahaya
pelaksanaannya serta difficult work akan diserahkan kepada orang lain di luar
negaranya.” Dan ternyata China, Korea dan Taiwan telah sejak awal
menyadari serta mengikuti jejak jepang. ini indikasi bahwa mereka mempersiapkan
anak bangsanya siap memakai dan siap mempekerjakan,
Kedua:Pemerintah dalam hal ini
dianggap tdak pernah berbuat salah dan tidak boleh dianggap salah membuat
keputusan merugikan rakyat seperti ujian dengan system multiple choices yang
menyebabkan anak didik kurang mampu menganalisa, standar untuk lanjut
pendidikan tergantung nilai NEM sehingga anak didik selalu mentok di ranah
kognitifnya. Bukan itu saja, tapi konsep menghafal yang sudah menjadi konsep
dasar pendidikan, learning by memorizing bukan dengan learning by doing
sehingga menurut pakar pendidikan Bukhori Nasuiton, anak didik tidak
mendapatkan haqqul yaqin.
Ketiga:Kekeliruan paradigma
pendidikan kita yang lain adalah adanya standar Terdaftar, Diakui, Disamakan,
yang ditentukan oleh pemerintah padahal terdapat sekolah swasta yang memiliki
gedung yang lebih baik dari sekolah negeri namun sangat sulit mendapat status
disamakan,sementara sekolah negeri dengan kondisi gedung yang memperihatinkan,
langsung mendapatkan predikat disamakan. Selain itu, pendidikan harus
mempergunakan buku paket hingga perpustakaan pun hanya di isi dengan buku paket
akhirnya berdampak hilangnya budaya baca anak didik karena buku paket yang
dibagikan sama dengan yang ada di perpustakaan.
Dan keempat: sistem pendidikan
kita belum mampu mengakomodir perbedaan potensi dan kemampuan setiap individu
anak bangsa ini. Seluruh kejanggalan yang sudah muncul di public maupun yang
menunggu giliran menjadi indikasi bahwa tidak ada komitmen secara nasional
untuk memperioritaskan pendidikan seperti di Jepang dan negara lain. Baru sejak
tahun 2002 anggaran pedidikan mulai di naikkan untuk memenuhi amanat UU
pendidikan nasional. Itupun masih menunggu optimalisasi pemerataan anggaran ke
seluruh satuan pendidikan. Namun paling tidak, di masa mendatang, diharapkan
kepada para pengambil kebijakan, guru dan stakeholder pendidikan lainnya
seperti orang tua dan LSM, agar bisa fokus untuk memperbaiki kesalahan
paradigma tentang pendidikan yang terjadi di negeri ini serta turunan
masalahnya. agar nasib bangsa ini lebih baik dan bermartabat.
Sumber Diakses
pada tanggal 02 Desember 2016 pukul 20.06 WIB
Oleh Mustaqim Mumtazz
http://www.tribunnews.com/tribunners/2012/05/06/kesalahan-paradigma-pendidikan-di-indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar