Sabtu, 03 Desember 2016

Kondisi Pendidikan di Banten Dikritik Kemendikbud



SERANG – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengkritisi rendahnya anggaran pendidikan di Provinsi Banten. Sekretaris Jenderal Kemendikbud Didik Suhardi mengatakan, berdasarkan neraca pendidikan daerah (NPD) yang disusun oleh Kemendikbud tahun 2015, alokasi anggaran pendidikan dari APBD di Banten hanya mencapai 3,69 persen dari total APBD sebesar Rp8,95 triliun.

“Berdasarkan data tersebut terungkap alokasi APBD untuk pendidikan di Provinsi Banten hanya Rp135.600 per siswa per tahun. Artinya, dalam satu tahun Pemprov Banten hanya mengalokasikan anggaran
pendidikan untuk satu siswa hanya Rp135.600 per tahun,” ujar Didik kepada Gubernur Banten di kantor Gubernur Banten, Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Kota Serang, Selasa (28/6).


Anggaran tersebut, kata Didik, tidak cukup untuk memberantas penduduk tuna aksara di Banten yang mencapai sebanyak 144.151 orang.  “Indeks pembangunan manusia di Banten masuk kepada urutan kedelapan dari 34 provinsi se-Indonesia, yaitu hanya mencapai 69,89 persen. Angka tersebut dibawah Provinsi Jogjakarta, padahal Provinsi Banten berdekatan dengan DKI Jakarta,” ungkapnya.


Ia juga mengungkapkan mengenai hasil UN di Banten yang berada di bawah rata-rata nasional setiap jenjang pendidikan. “Tingkat SMP rata-rata hasil UN Tahun 2015 di Banten hanya 53,3 persen di bawah standar nasional yang mencapai 61,8 persen, SMA IPA hanya 59,4 persen di bawah standar nasional 65,3 persen, SMA IPS hanya 51,9 persen dengan standar nasional 57,8 persen, dan SMK hanya 55,6 persen dengan standar nasional 62,2 persen,” ujar Didik. 


Didik kembali menjelaskan, jumlah persentase angka partisipasi murni (APM) pendidikan Tahun 2015, atau jumlah anak bersekolah tiap jenjang pendidikan di Banten mengalami penurunan. Untuk jenjang pendidikan SD mencapai 96,0 persen, pada jenjang SMP mengalami penurunan mencapai 79,9 persen dan terus mengalami penurunan pada jenjang pendidikan SLTA hanya 50,5 persen.“Artinya angka putus sekolah di Banten sangat tinggi. Hal itu dikarenakan faktor finansial, atau biaya pendidikan yang tidak terjangkau oleh masyarakat Banten,” katanya.


Kondisi sarana dan prasarana pendidikan pun, kata Didik, sangat memprihatinkan. Dari 6.969 sekolah yang berada di Banten, sebagian besar mengalami kerusakan baik kerusakan yang terjadi di ruangan kelas maupun di ruang pendukung. “Dari segi akreditasi sekolah, yang memiliki akreditasi A pada jenjang pendidikan SD hanya 21,3 persen, SMP 25,4 persen, SMA 31,1 persen dan SMK hanya 13,3 persen,” imbuhnya.
Abdul Malik Gismar, Tim Ahli Statistik Kemendikbud mengatakan, untuk menanggapi persoalan tersebut, Pempov Banten harus memahami data secara sistemik dengan baik. “Artinya Pemprov Banten bisa menjadikan data ini masukan, untuk memperbaiki kondisi pendidikan di Banten. Misalnya, angka putus sekolah di Banten yang disebabkan oleh finansial mencapai 56,4 persen,” ujarnya.


Gubernur Banten Rano Karno mengaku tidak kaget dengan neraca pendidikan daerah di Banten. Alasannya, informasi tersebut sudah diterimanya dari Mendikbud Anies Baswedan. Namun, orang nomor satu di Banten ini berjanji akan berusaha untuk memperbaiki kondisi pendidikan di Banten.


“Salah satu upaya yang kami lakukan adalah meningkatkan anggaran pendidikan setiap tahunnya. Tahun 2015 anggaran pendidikan Rp330 miliar setara dengan 3,69 persen. Pada Tahun 2016 naik menjadi 350 miliar,” kata Rano.

Terkait pemberantasan tuna aksara, kata Rano, Pemprov Banten melibatkan pemerintah kabupaten/kota dan membentuk tim pokja penuntasan tuna aksara dengan mengalokasikan anggaran tahun 2014 mencapai Rp5 miliar, meningkat di tahun 2015 menjadi Rp9 miliar dan di tahun 2016 bertambah menjadi Rp11 miliar. “Bahkan untuk penuntasan tuna aksara, Pemprov Banten telah mendapatkan penghargaan Anugrah Aksara Utama. Salah satu provinsi yang berhasil mengentaskan tuna aksara,” ujarnya.


Terkait anggaran pendidikan yang belum mencapai 20 persen, politisi PDI Perjuangan ini mengatakan, kebijakan antara Kemendikbud dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berbeda. Kemendagri menilai dalam penyusunan anggaran pendidikan, Provinsi Banten sudah mencapai 20 persen. Namun Kemendikbud menilai anggaran pendidikan di Banten masih dibawah 20 persen. 


“Bukan tidak menghargai Kemendikbud, tapi evaluasi anggaran berada di Kemendagri. Solusinya adalah, silakan Kemendikbud membuat surat edaran yang akan dijadikan landasan oleh pemerintah daerah dalam menyusun anggaran pendidikan,” imbuhnya. (satibi)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar