Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) menyoroti alokasi anggaran pendidikan di Banten yang masih
dibawah standar. Hal tersebut berimbas terhadap rendahnya Indeks Pembangunan
Manusia (IPM).
Demikian diungkap Sekretaris Jenderal Kemendikbud Didik Suhardi.
Kata dia, alokasi anggaran pendidikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) di Provinsi Banten hanya mencapai 3,69 persen dari total APBD
sebesar Rp 8,95 triliun.
“Dengan kata lain, di Banten ini hanya menganggarkan Rp 135.600
persiswa pertahun. Data itu berdasarkan neraca pendidikan daerah yang disusun
Kemendikbud,” ungkap Didik, saat bertemu Gubernur Banten Rano Karno beserta
sejumlah pejabat lainnya di ruang transit kegubernuran, KP3B, Kota Serang,
Selasa (28/6).
Terkait tuna aksara, lanjutnya, persentase di Banten ini juga jauh
dibawah standar nasional. Pada 2014 lalu, sebanyak 144.151 orang atau 1,86
persen. Sedangkan standar nasional berada di angka 3,7 persen.
“Indeks pembangunan manusia di Banten masuk kepada urutan ke
delapan dari 34 provinsi se-Indonesia, yaitu hanya mencapai 69,89 persen. Angka
tersebut dibawah Provinsi Djogyakarta, padahal Provinsi Banten berdekatan
dengan DKI Jakarta,” ungkapnya.
Sementara melihat indeks integritas hasil Ujian nasional (UN),
sambung Didik, pada Tahun 2015 di Provinsi Banten sangat tinggi yaitu mencapai
71,13 persen diatas rata-rata nasional yang mencapai 63,28 persen. Namun, hasil
UN di Provinsi Banten dibawah rata-rata nasional setiap jenjang pendidikan.
“Tingkat SMP rata-rata hasil UN Tahun 2015 di Banten hanya 53,3
persen dibawah standar nasional yang mencapai 61,8 persen, SMA (IPA) hanya 59,4
persen dibawah standar nasional 65,3 persen, SMA (IPS) hanya 51,9 persen dengan
standar nasional 57,8 persen dan SMK hanya 55,6 persen dengan standar nasional
62,2 persen,” paparnya.
Didik kembali menjelaskan, jumlah persentase angka partisipasi
murni (APM) pendidikan Tahun 2015, atau jumlah anak bersekolah tiap jenjang
pendidikan di Banten mengalami penurunan. Untuk jenjang pendidikan SD mencapai
96,0 persen, pada jenjang SMP mengalami penurunan mencapai 79,9 persen dan
terus mengalami penurunan pada jenjang pendidikan SLTA hanya 50,5 persen.
“Artinya angka putus sekolah di Banten sangat tinggi. Hal itu
dikarenakan faktor finansial, atau biaya pendidikan yang tidak terjangkau oleh
masyarakat Banten,” katanya.
Selain itu, Didik juga menyoroti sarana prasarana pendidikan yang
sangat memprihatinkan. Kata dia, dari 6.969 sekolah, sebagian besar mengalami
rusak ringan. Baik kerusakan yang terjadi di ruangan kelas maupun di ruang
pendukung.
“Dari segi akreditasi sekolah, yang memiliki akreditasi A pada
jenjang pendidikan SD hanya 21,3 persen, SMP 25,4 persen, SMA 31,1 persen dan
SMK hanya 13,3 persen,” imbuhnya.
Tim Ahli Statistik Kemendikbud Abdul malik Gismar meminta Pemprov
Banten memahami data secara sistematik untuk menanggapi
permasalahan-permasalahan tersebut. “Data ini bisa dijadikan masukan untuk
memperbaiki kondisi pendidikan di Banten,” katanya.
Sementara itu, Rano Karno mengaku tidak kaget dengan neraca yang
disodorkan Kemendikbud, sebab informasi tersebut sudah sampai ke pihaknya.
“Pak Menteri sudah menyampaikan hal ini. Kami terus memperbaiki
sistem pendidikan, salahs aunya meningkatkan anggaran setiap tahunnya. Tahun
2015 anggaran pendidikan Rp 330 miliar setara dengan 3,69 persen. Pada Tahun
2016 naik menjadi 350 miliar,” kata Rano.
Terkait pemberantasan tuna aksara, kata Rano, Pemprov Banten
melibatkan pemerintah kabupaten/kota dan membentuk tim pokja penuntasan tuna
aksara dengan mengalokasikan anggaran tahun 2014 mencapai Rp 5 miliar,
meningkat di Tahun 2015 menjadi Rp 9 miliar dan di tahun 2016 bertambah menjadi
Rp 11 miliar.
“Pemprov Banten telah mendapatkan penghargaan Anugrah Aksara
Utama. Salah satu provinsi yang berhasil mengentaskan tuna aksara,” ujarnya.
Terkait anggaran pendidikan yang belum mencapai 20 persen,
politisi PDI Perjuangan ini mengatakan, kebijakan antara Kemendikbud dengan
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berbeda. Kemendagri menilai dalam
penyusunan anggaran pendidikan, Provinsi Banten sudah mencapai 20 persen. Namun
Kemendikbud menilai anggaran pendidikan di Banten masih dibawah 20 persen.
“Bukan tidak menghargai Kemendikbud, tapi evaluasi anggaran berada
di Kemendagri. Solusinya adalah, silakan Kemendikbud membuat surat edaran yang
akan dijadikan landasan oleh pemerintah daerah dalam menyusun anggaran
pendidikan,” imbuhnya.(yul)
Sumber:
http://tangselpos.co.id/2016/06/29/kemendikbud-soroti-dunia-pendidikan-banten/
Diakses
03 Desember 2016 pukul 19.50
Tidak ada komentar:
Posting Komentar